Selasa, 23 Desember 2008

Rekreasi dan Outbond Remaja Autis ; Me and Mom...




Gelak tawa mewarnai hari Sabtu, bulan Desember 2008 di restourant dan pemancingan Banyu Mili Godean Sleman. Mutia datang bersama Bu Eni, mamanya. Todi datang dengan memakai celana pendek bersama Bu Dessi, mama tercinta yang semangat sekali mengikuti rekreasi dan outbond yang baru pertama kali diadakan keluarga besar Fredofios. Keluarga Dikran sangat kompak datang bersama-sama membawa bekal yang begitu yummi. Sedangkan Dian sudah sejak pagi datang ke sekolah membantu persiapan Bu Dewi dan Bu Della bersama Bu Cinta mama Dian. Ivan diantar ke sekolah oleh Pak Joko papanya, tapi lho...lho...pak...eh pak...koq bablas...?????
Rupanya Pak Joko tidak tahu kalau Ivan harus didampingi keluarganya untuk mengikuti rekreasi dan outbond karena kurang lengkap membaca surat pemberitahuan. Tapi untunglah Bu Lia mama Ivan menyusul ke Banyu Mili.
Pagi itu cuaca sangat cerah dan hangat, Pak Catur dan Bu Dewi pagi itu sudah berjalan-jalan keliling kolam untuk memasang tanda arah yang terbuat dari gabus untuk penunjuk jalan para siswa dan keluarga yang akan mengikuti outbond. Beberapa tugas sudah menanti mereka disetiap pos. Ada pos 1 yang dikuasai seorang guru seni, Pak Catur, lengkap dengan tugas-tugasnya yang unik dan mengerjai para peserta. Ada pos 2 ditengah-tengah kolam yang dinaungi Kepala Sekolah, disana peseta akan ditutup matanya dan harus masorang alias masuk diantara dua orang. Lalu pos 3, ada Pak Agung, banyak tugas disini, salah satunya peserta harus menari dan menjadi perawan/peragawati. Pos 4, peserta harus memanjat batu terjal di air terjun dan menyusuri dengan berpegang pada tali besar. Dan pos 5, peserta harus mengumpulkan bola dikolam.
Semua permainan dan tugas dalam setiap pos mengandung unsur kerjasama, kekompakan sebuah keluarga, kemandirian siswa, kepercayaan diri dan rekreasi. Namun sayang, tidak semua anggota keluarga bisa mengikuti karena ada yang sekolah, ada yang bekerja di luar kota dan kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga hampir semua siswa didampingi oleh mamanya. Jadilah acara Me and Mom. Hanya Opiq yang didampingi mama dan papanya.
Semua peserta tampak senang dan menikmati acara ini. Acara diakhiri dengan berenang, makan bersama dan berfoto bersama.






Sabtu, 20 Desember 2008

Siswa Fredofios Menyembelih Kambing di Idul Adha

Idul adha telah tibaaaaa

Acara khas dalam perayaan idul adha adalah penyembelihan hewan qurban berupa kambing, sapi, maupun unta. Tapi di Indonesia yang lazim disembelih adalah kambing dan sapi, karena unta jarang berkeliaran di Indonesia.

Pagi hari di Idul adha jelas terasa berbeda karena kumandang suara takbir terdengar di angkasa, lalu umat muslim berbondong bondong menuju lapangan atau masjid, kebanyakan dengan berjalan kaki karena diyakini pahalanya jauh lebih besar.

Setelah menunaikan shalat Ied dua rakaat, mendengarkan kutbah, dan bersilaturahmi dengan saudara dan tetangga, biasanya dilakukan pemotongan hewan qurban. Lalu daging hewan qurban dibagi rata, dimasukkan ke dalam kantung plastik dan dibagikan kepada yang berhak.

Di Fredofios yang sebagian besar siswa dan gurunya beragama Islam juga merayakan Idul Adha bersama, walaupun bukan pada hari H-nya. Tapi suasana Idul Adha sudah mulai terasa sejak beberapa hari sebelum.

Para siswa dikenalkan pada hari raya Idul Adha, shalat ied, pemotongan hewan qurban dan pembagian hewan kuban. Tentunya dengan cara yang berbeda karena para siswa Fredofios belum bisa menyembelih, gurunya juga belum tentu ahli, Dian dan Todi bahkan berkata"Bu, Pak kasihan ya kambingnya disembelih" Dian yang pernah melihat penyembelihan hewan qurbanpun berkata "Pak, aku takut lo lihat pemotongan kambing, banyak getihnya" . Kalau begitu bagaimana para guru mengajarkan cara penyembeliahan hewan qurban?????
He he he he................................................
Bukan guru sekolah autis kalau gak panjang akal dan kreatif.
1 minggu sebelum hari H pak Catur membawa beberapa lembar gabus besar.... loh buat apa pak?
Lalu pak Catur mengelem lembaran-lembaran gabus tersebut, jadi berlapis ...... nah tambah penasaran deh, mo buat kue lapis pak?
Hari berikutnya pak Catur memotong gabus berlapis itu menjadi beberapa bentuk dengan alat pemotong gabus, ada yang kotak, melengkung, lancip. Beberapa sisi dilubangi, ternyata bagian-bagian itu disambung, lalu dicat.
Ternyata setelah disambung dan dicat, gabus berlapis tersebut menjadi seekor kambing gabus he he he bagus dan lucu sekali bentuknya, tapi sayang kambingnya gundul tak berbulu. Eit jangan kecewa dulu, ternyata hari berikutnya pak catur menempelkan serutan kayu ke tubuh kambing gabus , berbulu deh kambing fredofios.
Tamu dan mahasiswa yang sedang bertandang sempat kaget melihat ada kambing yang berdiri di ruang ketrampilan Fredofios, setelah mendekat ternyata kambing gabus, mereka pun tertawa, memuji dan memfoto kambing gabus kami.

Akhirnya pada hari rabu simulasi peringatan Hari Raya Idul Adha-pun dilaksanakan. Walaupun Ivan beragama Katolik, tapi Ivan ikut kegiatan ini, Ivan duduk melihat teman-temannya beribadah.
Para siswa, dan beberapa guru menggelar karpet di Hall Fredofios, duduk bersila sambil bergantian mengumandangkan takbir, dilanjutkan melaksanakan Shalat Ied dua rakaat dibimbing oleh para guru........


eh eh Bu Della gak ikut simulasi kemana neh? setelah diselidiki Bu Dewi ternyata Bu Della sedang di dapur menyiapkan bumbu sate, hari rabu kan ada jam masak Ivan dan Todi, tapi Todi sedang tidak masuk. Selesai shalat, kambing gabus Fredofiospun memasuki hall, dengan diseret oleh Pak Catur, wah tali pengikat lehernya sempat lepas, mungkin tau kalo mau disembelih, tapi setelah dibisikin mo jadi hewan kurban Idul Adha, kambingnya mau.



Opiq, Tia, Ivan, dan Dian sudah siapmenyembelih kambing dengan bimbingan Pak Agung dan Pak Catur, lho yang mau menyembelih ada lima tapi kambingnya kan cuma satu, gimana nih? Tenang..tenang, ternyata setelah ditarik leher kambingnya panjang sekali jadi cukup untuk beberapa kali giliran simulasi.
Semua siswapun merasakan cara menyembelih, berikutnya adalah memotong daging qurban, kali ini yang dipotong adalah daging sungguhan yang dibawa masing-masing siswa dari rumah. Setelah dibagi sama rata dan dibungkus, para siswa membagikannya kepada warga sekolah Fredofios yang tinggal di ruang 1, ruang 2, ruang 3, ruang 4, dan ruang komputer. Di dalam ruang-ruang tersebut ada guru yang berperan menjadi penerima daging qurban.
Setelah pembagian selesai para siswa kembali ke Hall dan bercerita tentang kegiatan Idul Adha yang baru saja dilakukan.

Selesai kegiatan simulasi, Opiq, Tia dan Dian belajar komputer, sedangkan Ivan memasak dengan Bu Dewi dan Bu Della. Kali ini menunya adalah sate dengan bahan daging sapi hewan qurban, Pak Agung dan Pak Catur membantu membuat tempat pemanggangan dan membakar sate. Ivan terliahat senang sekali, dan kadang tidak sabaran untuk menaruh daging di tempat pemanggangan.
Setelah seluruh sate siap disajikan, Ivan mengambil piring, sendok, mengisi gelas-gelas dengan air aqua dan menata meja makan sendiri. Waaaah pintar, penataannya rapi.
Lalu lalu lalu..........nyaaaaaaaaaaam semua makan sate dengan lahap. (by Della&Dewi)


Kamis, 11 Desember 2008

KOMUNITAS SENI FREDOFIOS 'OYE!!'

Woro-woro di SLB Autis Fredofios ada komunitas seni looooo..................
Namanya Komunitas Seni Autis Fredofios.
Komunitas ini sudah punya jam tampil di dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah, di hadapan penonton yang tau tentang autis maupun penonton yang belum pernah mendengar tentang autis.
tujuan komunitas ini adalah untuk memfasilitasi apresiasi siswa Fredofios terhadap seni, dan juga untuk mensosialisasikan tentang hambatan perkembangan autis dan penyandangnya.

Berikut kegiatan yang telah ditampilkan oleh Kominatas Seni Autis Fredofios :
5 April 2008 Menampilkan tarian TOPENG EDAN pada acara ulang tahun Fredofios ke-5 dan
ulang tahun Nickolaus Wirangga (siswa Fredofios) ke-14
5 Juli 2008 Menampilkan tarian BLACK DIDOT pada acara Pentas Seni Reguler dalam rangka
ulang tahun kotamadya Yogyakarta
16 Agustus 2008 Menampilkan karnaval denga tema perjuangan. berjalan dari Benteng
Vredeburg menuju Taman Budaya Yogyakarta, lewat Taman Pintar. Lalu
kembali ke Benteng Vredeburg melalui rute yang sama
18 Oktober 2008 Menampilkan sendratari dan puisi MENITI PELANGI pada acara Syawalan
Keluarga Besar SLB Autis Fredofios
21 November 2008 Menampilkan sendratari dan puisi MENITI PELANGI sebagai opening
art Kelompok Gamblank Musik Teater pada lounching Gargut Entertainus
di Djamboer Coffe


Beragam opini terdengar dari penonton, yang secara umum mendukung tampilnya komunitas ini, karena dapat menunjukkan bahwa siswa autis juga dapat dilibatkan dalam kegiatan seni dan dapat dilatih untuk mempertunjukkan suatu penampilan seni.
Terimakasih pada para orangtua siswa yang telah memberikan ijin untuk menampilkan putra/putrinya, kepada para penonton yang mengapresiasi dan pihak penyelenggara yang telah memfasilitasi kegiatan Komunitas Seni Autis Fredofios.
Banyak terimakasiiiiiiiiiiiiih dan jangan lupa dukung Komunitas Seni Autis Fredofios di penampilan2 berikutnya

(by: Della Adelina)

Remaja Autis ; Sendratari dan Puisi "Meniti Pelangi."

Jumat, 21 November 2008, Gargut Entertainus mengundang Komunitas Seni Autis Fredofios untuk tampil sebagai pembuka dalam pementasan teater yang berjudul “The Light of Ken Dedes.” Oleh Gamblank Musikal Teater. Pementasan tersebut diadakan di Djambur Coffee, Jl. Gambir no 17 Deresan Yogyakarta, yang terletak di belakang percetakan Kanisius.
Komunitas Seni Autis Fredofios dibentuk atas dasar misi dan visi Sekolah Fredofios untuk menemukan dan mengembangkan minat dan bakat para siswa. Komunitas ini sudah sering tampil pentas dalam setiap acara di sekolah dan di luar sekolah. Para siswa dan guru yang tergabung dalam komunitas ini memiliki bakat-bakat luar biasa yang dapat ditampilkan untuk menghibur masyarakat, seperti menari, membaca puisi, bermain musik, dan drama/teater.
Teater The Light Of Ken Dedes oleh GMT (Gamblank Musikal Teater) diselenggarakan dalam rangka launching komunitas Gargut Entertainus. Teater ini disutradarai oleh M Ahmad Jalidu, music director oleh Bahrudin F. Bolu. The Light of Ken dedes diproduksi pertama kali pada tahun 2006 telah dipentaskan beberapa kali antara lain di Lembaga Indonesia perancis (2006), Halaman gedung Pamungkas Jogja (2007), dan Auditorium Universitas Muhammadiyah Magelang (2007). Kali ini dipanggungkan kembali di sebuah café dalam format yang lebih simple yang oleh GMT disebut secara “asal” dengan istilah “teater duduk”.
Komunitas Seni Autis Fredofios, dipercaya untuk tampil sebagai opening act. Dengan melihat judul pementasan teater tersebut, maka para siswa dan guru Fredofios memutuskan untuk menampilkan Sendratari dan Puisi “Meniti Pelangi”, peñata gerak oleh Catur Widiatmono dan penulis puisi oleh Della Adelina. Sendratari dan puisi “Meniti Pelangi.” Menceritakan tentang perjalanan hidup para calon penghuni surga (siswa diffable), mereka mempunyai seorang figur yang paling tua usianya, yaitu Opiq yang duduk di kursi, dan juga ada calon penghuni surga yang mengikuti jejak Opiq, yaitu Ivan yang duduk di bawah di depan Opiq. Ivan paling muda usianya di Fredofios. Sementara calon penghuni surga yang lain berusaha untuk saling mendukung dalam belajar dan mengembangkan bakat-bakat mereka. Para penari yaitu Tia, Dian, Todi. Sedangkan guru-guru yang mengayomi yaitu Dewi, Della dan Catur.
Dalam kesempatan itu, para guru juga mensosialisasikan autis dan kampanye Peduli Autis. Opiq ditampilkan untuk menebak hari. Opiq dapat menebak hari ketika disebutkan tanggal, bulan dan tahun tertentu. Sedangkan Ivan dapat menebak nama partai politik jika disebutkan nomor Parpol peserta Pemilu 2009.
Para orangtua dan keluarga siswa datang memberi dukungan dan mendampingi putra putri mereka. (by : Dewi Retno.P. S,Psi)

Diffable Fair ; Unjuk Bakat Istimewa


Sabtu (6/12) pagi hari yang cerah. Langit biru dan burung berkicau menyambut datangnya pagi. Bebarapa hari hujan seolah pergi meninggalkan kota Jogja, Tuhan memberi hari yang cerah untuk para diffable yang akan mengikuti berbagai perlombaan pada diffable fair yang diadakan oleh para mahasiswa PLB UNY dalam rangka memperingati hari penyandang cacat sedunia tanggal 3 Desember. Gedung rektorat UNY tampak gagah dan siap menerima sejumlah diffable dengan berbagai keistimewaan. Air mancur di depan gedung itupun menambah kesegaran pagi.
Satu persatu para siswa diffable dari berbagai SLB di Jogja berdatangan dengan semangat dan wajah berseri. Beberapa SLB tersebut yaitu SLB negeri I, SLB Negeri II, SLB Yapenas, SLB Autis Fredofios, SLB Autis Bina Anggita, dan masih banyak lagi yang lain. Para guru datang mengantar dan memberi semangat anak didiknya. Mereka begitu semangat melatih, membimbing dan mengembangkan bakat-bakat anak didik/siswanya. Mulai dari melatih membaca puisi, melatih menari, menyanyi, bermain musik, menggambar dan fashion show. Mereka juga merias wajah anak didiknya, mencarikan kostum dan membawakan minum atau makanan bagi para siswanya. Kemudian mereka juga rela menuntun siswanya yang tidak dapat melihat, mendorongkan kursi roda bahkan ikut bergaya saat lomba fashion show.

Pagi itu seorang anak duduk di kursi rodanya, didorong oleh gurunya yang terlihat berwibawa dengan seragam batiknya, anak itu akan mengikuti lomba baca puisi. Kemudian beberapa siswa datang lagi, mereka sedang bercakap-cakap tanpa suara, hanya tangan mereka yang bergerak, rupanya mereka akan mengikuti lomba menari. Mereka sudah memakai kostum menari tradisional dan terlihat cantikcantik.

Seorang gadis kecil memakai baju seragam SD datang bersama guru-gurunya dan beberapa temannya, ia tidak dapat melihat. Gadis itu berjalan pelan-pelan menapaki tangga. Sementara kakak kelasnya datang memakai kacamata hitam. Oh, ternyata mereka akan mengikuti lomba menyanyi. Dan mereka sangat kompak. Mereka saling mendukung, gadis cilik berseragam SD itu menyanyikan lagu yang berjudul “Laskar Pelangi.” Sementara si kakak berseragam SMP bermain keyboard mengiringi gadis kecil menyanyi dengan penuh penghayatan. Beberapa orang sempat menitikkan airmata ketika mendengarkan si gadis kecil menyanyi.

Lalu seorang gadis kecil memakai rok merah dan berbaju putih, rambutnya bergelombang, cantik dan matanya melihat ke segala arah. Ketika musik terdengar, ia berjalan bersama gurunya menapaki panggung fashion show. Rupanya gadis itu seorang gadis autis. Lain lagi dengan Cindy, siswa dari SLB Autis Bina Anggita, dia juga autis, usianya kira-kira 14 tahun, dia sudah remaja. Dengan gaya genit, Cindy berjalan bak seorang model terkenal.
Pagi itu Opiq, Tia, Dian, Todi dan Ivan ikut memeriahkan acara diffable fair. Tia dan Dian ikut serta dalam perlombaan. Tia pagi sekali sekitar jam 7 sudah tiba disekolah diantar Pak Bowo, begitu juga dengan Bu Della. Bu Della me- make up Tia. Tidak berapa lama, Tia berubah menjadi gadis cina dengan baju shanghai merah, rambutnya di jepit ala gadis cina. Tia kan mengikuti lomba fashion show. Sedangkan Dian, sudah siap dengan crayon dan makanan satu box sebagi bekal mengikuti lomba menggambar. Para guru Fredofios sibuk juga menyiapkan keperluan para siswa. Bu dewi datang membawa kamera siap berlari-lari dan memotret. Opiq datang bersama Mama dan kak Miranda. Opiq berpartisipasi menemani Dian menggambar. Todi juga ikut menggambar ditemani Pak catur, guru melukis. Sedangkan Ivan, sibuk wira-wiri di ikuti Pak Agung. Ivan sempat merengek mencari koran Kompasnya. Tiba-tiba Ivan sudah membawa semangkuk bakso dan makan di tangga. Tia, terlihat nervous menunggu giliran untuk berlenggak lenggok dan bergaya di lomba fashion show dengan tema Star Wannabe. Musik dari F4 mengiringi Tia di panggung. Tapi sayang, Tia masih perlu banyak latihan supaya mendapat piala, begitu juga dengan Dian.

Terkadang kita kurang menyadari bakat-bakat yang ada pada diri kita. Mungkin kita hanya menjalani hidup dengan rutinitas tanpa mengembangkan bakat-bakat yang ada pada diri kita. Namun, ternyata para diffable yang mengikuti diffable fair pagi itu mampu menunjukkan bakat-bakatnya dan mengembangkannya serta mengadu bakat dengan siswa yang lain. Setiap anak pasti punya bakat-bakat yang harus terus diasah dan dikembangkan. Tugas guru dan orangtua untuk selalu memberi motivasi, fasilitas dan kesempatan bagi anak-anaknya agar bakat-bakat itu menjadi optimal. Melalui diffable fair para mahasiswa memberikan wadah bagi para diffable untuk beradu bakat dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Dengan mengikuti perlombaan-perlombaan dapat meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian serta pengalaman yang berarti dalam hidupnya. Meskipun para diffable memiliki keterbatasan fisik dan mental, namun mereka memiliki kemampuan dan bakat-bakat yang luar biasa. (Dewi Retno. P. S,Psi)