Pagi yang cerah, semua panitia mengenakan t-shirt bertuliskan Autism in Action pada bagian depan, dan pada bagian lengan terdapat tulisan autism speak. Banyak pengunjung dan peserta Festival menanyakan t-shirt ini. Tapi sayang sekali kami tidak membuat dalam jumlah banyak. Sehingga banyak yang kecewa karena tidak mendapatkan t-shirt berwarna putih itu yang melambangkan kebersihan hati para penyandang autis. Panitia terdiri dari para guru di SLB Autis Fredofios, orangtua siswa dan juga beberapa sukarelawan, mahasiswa dari psikologi UGM, mahasiswa UPN, mahasiswa UNY dan teman-teman. Semua dengan senang hati mewujudkan acara tersebut sehingga lancar dan sukses.
Namun sayang sekali, para guru dan terapis khusus bagi anak-anak autis usia dasar (SLB Autis tingkat dasar) dari Yogyakarta hanya 2-3 orang saja yang hadir. Kemana kah mereka??????? Padahal liflet, undangan dan poster telah sampai ke tangan mereka. Begitu juga orangtua dari siswa-siswa mereka juga tidak nampak. Apakah mereka tidak ada rasa ikut peduli dengan pendidikan remaja autis? Apakah mereka menutup diri, hati dan pikiran untuk pengalaman, pengetahuan serta informasi tentang pendidikan remaja autis? Apakah mereka hanya mau terfokus pada pendidikan anak-anak autis? Belum ada jawaban.... Yah, entahlah, ada apa dengan mereka.
Lihatlah mereka, para remaja autis mempunyai bakat yang luar biasa. Mereka bisa menari, memainkan teaterikal musikalisasi puisi, fashion show busana daerah, mereka sangat percaya diri tampil di depan puluhan orang yang memadati ruang auditorium. Opiq layaknya seorang raja yang menjadi contoh dan teladan bagi adik-adiknya, duduk dengan penuh kewibawaan, tenang dan sangat percaya diri berjalan menuju ke singgasananya. Mutia, dengan lemah gemulai membawa mangkuk berisi bunga, dan disebarkan bunga itu seperti sebuah magic yang menebar pesona dan aura sehingga semua orang tersentuh hatinya. Lalu Dian dengan anggun memakai jilbab, mengisyaratkan keimanan meskipun ia mempunyai keterbatasan. Todi dengan gagah memperagakan gerakan-gerakan pencak silat. Ivan dengan lucu namun penuh percaya diri berlari kecil dan membuat semua orang tertawa.
Selain itu orangtua sharing dengan menceritakan pengalamannya. Salah satunya adalah Bu Dessy orangtua dari Todi. Bu Dessy menceritakan pengalamannya ketika menyekolahkan Todi di sekolah umum. Todi berhasil lulus dari Sekolah Dasar, tetapi ketika masuk ke SMP banyak masalah yang dialami Todi. Todi seringkali mengalami masalah sosialisasi dengan teman dan guru-gurunya. Orangtua sering dipanggil ke sekolah. Todipun terlihat tidak bahagia. Kemudian Bu Dessy mencari informasi dan akhirnya sampai saat ini Todi bersekolah di SLB Autis fredofios. Bu Dessy mengaku bahwa Todi tampak lebih bahagia dan senang bersekolah.
Pada ruang 1 dan 2 guru-guru dan siswa mengadakan demonstrasi make up wajah dan terapi tari. Pada demo make up, Tia salah satu siswa di SLB autis Fredofios merias seorang guru dari Sidoarjo. Beberapa pengunjung tampak antusias mengikuti acara sampai selesai. Beberapa buku yang disediakan di stand banyak yang terjual. Selain itu mereka juga masih berbincang di luar acara. Dan banyak orang yang mengharapkan acara ini dapat berlanjut. (By Dewi)