Rabu, 25 November 2009

Camping Remaja Autis Berkolaborasi dengan Remaja TunaRungu



Camping dan Outbound berlanjut ke Lembang Bandung, cukup jauh tapi Alhamdulillah kami dapat membawa para siswa menuju ke Bandung dengan mobil avanza. Para siswa yang ikut, Opiq (22th), Tia (21th), Ivan (13th), dan Todi (15th). Sedangkan guru-guru yang ikut yaitu Pak Somad, Bu Dewi, dan Pak Agung. Adapula sukarelawan, mahasiswa PLB UNY, Mbak Laras, ikut menemani sampai ke Bandung.
Perjalanan berangkat cukup lancar, kami berangkat pukul 21.00 WIb dan sampai di Bandung sekitar pukul 06.00 WIB. Selama perjalanan, Ivan tidak mau berhenti melihat dan mendengar musik lewat VCD player yang ada di mobil. Mobil yang mengantar kami kebetulan milik Ivan. Kami membawa sopir dari keluarga Tia. Sehingga cukup menghemat pengeluaran.
Sesampainya di Rumah Kriya Kubca Samakta, kami disambut pegawai yang merupakan penyandang tuna rungu. Pagi itu mereka menyediakan makan pagi buat kami disela-sela kesibukannya membersihkan ruangan dan beberapa kamar yang digunakan untuk penginapan/hotel.
Sorenya kami bertemu dengan beberapa panitia dan peserta dari Jakarta, Bandung dan Sari Asih Yogyakarta. Setelah daftar ulang kami mulai mendirikan tenda di halaman Kubca Samakta. Karena cuaca sedang buruk dan hujan sering turun, maka panitia memasang terpal di atas tenda dum yang kami dirikan.
Suasana sangat meriah, beberapa penyandang autis tampak ikut mendirikan tenda bersama pendampingnya namun ada pula yang berlarian mengelilingi halaman, ada yang hanya berdiri tanpa melakukan apapun, ada yang sedang bengong, dan ada yang bermain sendiri.
Setiap peserta camping wajib didampingi guru atau terapis, sehingga para peserta merasa aman berada di tempat yang baru.
Rupanya sukarelawan yang ikut sangat banyak, bahkan melebihi jumlah peserta, sehingga hal itu cukup membuat para peserta yang merupakan penyandang autis terlihat sedikit kacau dan bingung karena terlalu ramai dan penuh. Mereka adalah mahasiswa dari fakultas psikologi dan kedokteran yang mengobservasi para peserta.
Sehingga banyak pula diantara mereka yang mengintervensi para peserta, sehingga peserta yang kurang cakap dalam beradaptasi merasa terganggu dan muncul perilaku yang tidak diharapkan. Ketidaktahuan para sukarelawan cara penanganan pada penyandang autis turut menjadi faktor munculnya perilaku tersebut.
Aktivitas permainan, perkenalan serta meditasi dan relaksasi juga menjadi tidak sesuai dengan tujuan, karena suasana terlalu ramai, para sukarelawan seperti menonton sebuah pertunjukan. Meskipun para penyandang autis sudah berusia remaja dan dewasa, tapi ternyata mereka masih mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan yang ramai.
Malamnya kami, guru-guru, pendamping, terapis dan para siswa tidur di dalam tenda. Beberapa peserta berada di tenda berukuran besar dengan didampingi 1 - 2 orang guru. Dan beberapa peserta tidur di tenda dum berukuran kecil dengan didampingi 1 orang guru. Udara yang sangat dingin membuat beberapa peserta tidak dapat tidur dengan nyenyak dan sesekali mereka bergumam di dalam tenda.
Tetapi sayang sekali para sukarelawan dan panitia tidak ikut merasakan tidur di dalam tenda bersama para penyandang autis, dan mereka dapat tidur nyenyak di kamar yang hangat.
Paginya kami jalan-jalan dan senam pagi bersama. Setelah mandi dan makan pagi kami hiking ke Boscha.
Sebelum masuk ke teropong bintang, kami diajak untuk melakukan permainan bersama di halaman Boscha. kemudian kami bersama-sama melihat teropong bintang dan mendengarkan penjelasan tentang teropong bintang dari petugas. Namun rupanya para penyandang autis tidak menyimak penjelasan petugas, karena terlalu panjang lebar dan kompleks sehingga para peserta terlihat bosan dan bermain-main sendiri. Bahkan ada yang tiba-tiba bermain dengan penisnya, ada yang minta untuk keluar ruang, ada yang naik mendekati teropong, ada yang menjatuhkan topinya ke bawah.
Setelah itu kami berjalan lagi menuju sebuah hotel untuk berenang. Semua peserta sangat senang saat berenang bersama, meskipun air begitu dingin. Beberapa peserta ada yang memilih untuk berenang di kolam yang dangkal karena belum dapat berenang. Ada yang bermain air, ada yang bermain bola, dan ada yang tiba-tiba memeluk sukarelawan perempuan. Ada pula yang tiba-tiba bermain penis. Kekurangsiapan dan kurangnya pengetahuan para sukarelawan mengenai perkembangan perilaku seksual remaja autis rupanya membuat mereka bereaksi kaget, menolak dan ada pula yang merasa jijik dan mengeluh. Namun setelah guru dan terapis yang mendampinginya menjelaskan, mereka akhirnya memaklumi dan mengerti.
Kamipun kembali ke tenda, istirahat, tidur siang dan sore harinya kami lanjutkan dengan belajar kriya bersama, lalu permainan dan acara bebas. Ada yang tidur, ada yang ikut game dan ada yang membakar sate serta jagung.Pagi harinya kami diajak untuk belanja ke pasar tradisional untuk membeli sayur dan buah.
Kemudian kami memasak bersama. Setelah memasak kami siap-siap untuk pentas seni.
Sore harinya kami keliling kota Bandung melihat gedung sate, berbelanja, dan pukul 21.00 WIB kamipun meninggalkan kota Bandung.
Di perjalanan tiba-tiba jalanan macet selama 2 jam, mobil berjalan sangat lambat. Ternyata ada truk yang kecelakaan. Saat jalanan macet, Todi terpaksa BAK di pinggir jalan.
Setelah terbebas dari kemacetan, tiba-tiba Ivan mutah karena mabuk perjalanan. Alhamdulillah, perjalanan sampai di Jogja dapat lancar setelah itu. Kami sampai di Jogja pukul 06.00 WIB.


Tidak ada komentar: